Featured Posts

Paud, Jembatan Keunikan AnakPaud, Jembatan Keunikan Anaktuntutan orang tua yang merasa bangga dan menuntut anak usia dini mahir calistung bukan lagi cara pandang tepat. Selain belum waktunya, juga melanggar hak anak bermain. Efeknya.....

Readmore

kunci penting kembangkan bakat anakKunci Penting Kembangkan Bakat AnakBAKAT dalam diri anak merupakan anugerah sejak lahir yang musti disyukuri. Namun, orangtua tidak boleh hanya berdiam diri. Perlu stimulasi untuk mengasah bakatnya....

Readmore

pengembangan bakat disesuaikan dengan kebutuhan anakPengembangan Bakat Disesuaikan dengan Kebutuhan AnakKUNCI lain yang tak kalah pentingnya dalam pengembangan bakat anak adalah dengan selalu berpijak pada kebutuhan anak....

Readmore

Rss


Setiap orangtua tentunya ingin memiliki anak yang sehat dan berbadan tinggi. Memperkirakan tinggi anak saat ia dewasa paling mudah diukur saat anak usia 2 tahun. Bagaimana caranya?

"Umur 0-2 tahun adalah masa emas pertumbuhan anak. Pertumbuhan dan perkembangan otak 0-2 tahun sudah mencapai 80 persen otak orang dewasa," jelas Dr Idrus Jus'at,PhD, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, Jumat (28/1/2011).

Menurut Dr Idrus, pada periode kehidupan ini, sel-sel otak tumbuh dengan amat cepat sedemikian rupa, sehingga saat usia dua tahun pertumbuhan sel-sel otaknya sudah mencapai lebih dari 80 persen.

"Selain itu, saat umur 2 tahun tinggi badan anak-anak menggambarkan separuh dari tingginya saat dewasa. Misal, saat umur 2 tahun tingginya 85 cm, maka saat umur 18 tahun kurang lebih tinggi 170 cm," lanjut Dr Idrus.

Oleh karena itu, bila orangtua tidak atau terlambat mencukupi gizi anak sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun, makan anak bisa lebih pendek ketimbang teman-temannya yang seumuran.

Tak hanya tinggi badan, periode ini merupakan masa kritis bagi komponen otak yang bertanggung jawab terhadap kecerdasan anak, yang hanya terjadi sekali seumur hidup dan tak akan terulang.

Bila dalam periode 0-2 tahun anak mengalami kekurangan gizi yang dibutuhkan otak, perkembangan otak dan kecerdasannya akan terpengaruh. Itu sebabnya kecukupan gizi pada masa kehidupan ini perlu benar-benar diperhatikan.

Dalam masa ini, pola makan dengan gizi seimbang sangat dibutuhkan bayi. Dengan pola makan bergizi seimbang, bayi akan tumbuh dan berkembang optimal termasuk kecerdasannya.

Jika orangtua tidak memperhatikan periode kritis ini, kegagalan tumbuh kembang optimal akan terjadi di usia itu dan berlangsung permanen, yang akan terbawa terus hingga akhir hayat.

Selain metode di atas, ada juga metode dengan rumusan seperti berikut: Tambahkan tinggi kedua orangtua bisa dengan menggunakan satuan inci atau sentimeter. Membagi jumlah tersebut dengan angka 2. S

Setelah dibagi tambahkan 2,5 inci (jika menggunakan satuan inci) atau 6,5 cm (jika menggunakan satuan cm). Angka yang didapatkan adalah tinggi midparental (pertengahan tinggi) untuk anak. Tinggi anak yang sebenarnya adalah ?? 4 inci atau ?? 10 cm. Itu adalah range tinggi anak Anda.


-detik.com-


[ Read More ]


Khawatir anak Anda menderita obesitas yang bisa membuatnya susah bergerak dan rentan penyakit? Solusinya gampang kok, ajak anak banyak bergerak dan mengurangi minuman manis.

Bila diminta memilih antara potongan buah segar, air putih, dan minuman manis (sugary drink), tentu balita akan memilih yang terakhir. Sugary drink

Padahal, menurut dr Fiastuti Witjaksono, ahli gizi dari Universitas Indonesia, minuman manis biasanya mengandung asupan gula tambahan yang bisa memicu obesitas, termasuk pada anak.

"Kita membutuhkan gula setiap harinya sebanyak 2,5 makan atau sekitar 5 sendok teh. Jika masih muda dan aktif bergerak, jumlah tersebut bisa ditambah. Sebaliknya, jika kita lebih banyak duduk diam, kurangi gula," katanya dalam acara media edukasi bertema "Better Habits for a Better Life" yang diadakan oleh Nestle Pure Life di Jakarta (27/1/2011).

Riset yang dipublikasikan dalam The Lancet dan British Medical Journal menyebutkan, sugary drink bisa memicu obesitas pada anak-anak. Bocah berusia 12 tahun yang meneguk minuman ringan secara teratur berisiko dua kali mengalami obesitas dibanding yang tidak mengonsumsi sugary drink.

"Sejak awal, sebaiknya anak tidak perlu diperkenalkan rasa manis karena nanti jika sudah besar ia akan kenal dengan sendirinya. Sebaiknya berikan anak air putih atau jus buah murni yang banyak mengandung air," katanya.

Ia mengatakan, kandungan gula dalam minuman manis menyumbang 40 persen kebutuhan kalori harian. "Pemberian madu sama saja seperti gula, karena itu perlu dikurangi," katanya.

Fiastuti mengatakan, sejak usia 2 tahun, anak sebaiknya sudah mengonsumsi makanan keluarga, termasuk juga kebiasaan minum air putih. "Kebutuhan anak akan air berbeda dengan orang dewasa. Kebutuhannya disesuaikan dengan jumlah berat badan," paparnya. seperti minuman bersoda, jus kemasan, atau minuman manis lain memang bisa membuat balita kecanduan karena rasa manisnya.

Anak-anak juga wajib dibiasakan minum air putih karena mereka lebih aktif bergerak sehingga banyak cairan tubuh yang terbuang. Selain air putih, kebutuhan cairan anak juga bisa diperoleh lewat kuah sayuran, buah yang banyak mengandung air, susu atau jus yang dibuat sendiri.

Orangtua seharusnya membantu anak-anak mereka mengontrol berat badan dalam level yang sehat. Selain mengurangi asupan kalori dan gula, anak juga perlu dilibatkan pada aktivitas fisik bertenaga setiap hari dan membatasi waktu menonton televisi atau bermain video games.

-kompas.com-


[ Read More ]


"Ma, nanti kalau besar aku mau jadi pilot." pernyataan ini diucapkan Andi kepada ibunya kala sang ibu bertanya tentang cita-citanya. Anak berusia 6 tahun ini bercerita sambil merentangkan tangannya, melayang bagai pesawat terbang. Sang ibu pun tersenyum bangga dengan cita-cita anaknya tersebut. Namun, apakah sang ibu sudah mempersiapkan perencanaan pendidikan yang tepat agar cita-cita Andi terwujud ?

Orangtua dapat diibaratkan sebagai arsitek perencana pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu apabila kita menginginkan buah hati kita dapat meraih cita-citanya, maka langkah yang harus kita tempuh adalah merancangnya sedini mungkin. Dan langkah awal yang harus dipersiapkan dalam rancangan ini adalah dana pendidikan.

Kita semua mengetahui bahwa dana pendidikan dari tahun ke tahun terus merangkak naik. Sementara janji-janji pendidikan murah hanya sebatas jargon kampanye partai politik. Keberpihakan pemerintah atas tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan yang layak bagi rakyatnya, juga semakin jauh dari harapan. Itulah sebabnya sebagai orang tua harus berinisiatif mempersiapkan dana pendidikan yang matang agar masa depan anak terjamin.

Disinilah pentingnya asuransi pendidikan anak. Asuransi pendidikan dapat dijadikan salah satu solusi untuk mempersiapkan dana pendidikan putra-putri tercinta. Dengan mengikuti asuransi pendidikan, Anda akan dipaksa menabung, sehingga kedisiplinan Anda untuk mempersiapkan dana pendidikan akan terbentuk. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan, apakah akan berlimpah materi atau jatuh bangkrut, apakah akan sehat atau tertimpa musibah. Namun yang pasti, dengan memiliki asuransi pendidikan anak, kepastian ketersediaan dana bagi pendidikan putra-putri Anda akan terjamin.

Untuk merancang dana pendidikan anak, Anda tentukan dahulu jenjang pendidikan apa yang akan anda persiapkan. Misalnya Anda akan mempersiapkan dana pendidikan untuk masuk SMP berkualitas. Apabila putra-putri Anda baru lahir, maka Anda memiliki jangka waktu 12 tahun untuk menyiapkannya. Sementara apabila putra-putri Anda kini berumur 6 tahun, maka Anda memiliki jangka waktu 6 tahun untuk mempersiapkannya. Begitu seterusnya untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

Setelah itu, cari tahu berapa dana yang dibutuhkan untuk menempuh jenjang pendidikan di sekolah yang dimaksud kini. Dengan asumsi kenaikan biaya pendidikan sekitar 10% tiap tahun dan bunga bank 15% per tahun, maka Anda dapat memperkirakan besarnya premi asuransi pendidikan yang harus Anda siapkan. Perhitungan ini dapat Anda sesuaikan dengan jenjang pendidikan yang akan Anda rencanakan.


-harian-global.com-


[ Read More ]


Orang tua mana yang tidak ingin memberikan segala yang dimiliki kepada buah hati tercintanya? Dengan keadaan yang mencukupi, hampir semua orang tua berupaya memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Sebenarnya anak terlahir tidak dengan pribadi yang manja, sikap dan perilaku dari sekelilingnya yang membentuk anak manja.

Memberikan sebatas yang dibutuhkan sang anak sesuai dengan umurnya, sedemikian rupa sesuai keperluannya, itulah hal yang baik dilakukan para orang tua agar sifat manja tidak terbawa  hingga dewasa. Orang tua harus mempunyai kemauan untuk tidak lagi memanjakan anak. Perilaku manja salah satunya karena selama ini apa saja yang mereka inginkan selalu dituruti.

“Faktor lingkungan yang memengaruhi tingkah laku anak-anak, mereka  manja karena kitalah yang membentuknya. Sebagai orang tua harus membuat peraturan sendiri agar anak-anak terbiasa mandiri,” kata Komariah SPsi Psikolog yang juga bertugas di Sekolah Penerbangan Medan kepada Global, Senin (10/1).

Manja sebenarnya tidak hanya dikaitkan dengan memberikan segala yang dimau anak, tetapi sifat manja anak juga terjadi dalam hal keinginan untuk selalu dekat dengan orang tua. Tidak jarang anak yang sudah dalam usia sekolah masih selalu berebut dengan adiknya yang balita untuk mendapatkan belaian dari ibunya.

”Anak-anak itu dinamis, setiap saat kita harus terus mengawasi tingkah lakunya. Sikap manja tidak memiliki batasan usia, anak-anak pada usia sekolah juga ada  yang manja, bahkan orang dewasa  terkadang masih ada. Kita yang harus mengarahkan mereka dari usia dini, agar anak lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,” sebutnya  lagi. 

Jangan menuruti segala kemauan sang anak, mereka juga harus bisa mengikuti keinginan orangtua, orangtua harus bersikap bijaksana dan tegas. Beri ruang agar mereka berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya, jika mereka benar-benar pada kondisi meminta bantuan barulah dibantu.

Perbuatan sekecil apapun dari sang anak harus Anda hargai, ajarkan hidup mandiri dari hal-hal yang kecil. Misalnya biasakan anak mengambil baju seragam sendiri, mengambil makan atau minum sendiri.

Bukan hanya orang tua yang berperan membiasakan anak bertingkah laku mandiri, seluruh keluarga dapat berperan aktif untuk tidak memanjakan anak. Orang tua harus konsisten untuk tidak memanjakan anak, tidak hanya satu atau dua hari saja lalu kembali memanjakan mereka, agar mereka terbiasa hingga dewasa.


-harian-global.com-


[ Read More ]


Sebagai orangtua, tentunya Anda ingin dicintai dan disayangi oleh anak-anak. Namun terkadang sikap kita sebagai orang tua terhadap anak sering kelewat batas, yang kita anggap wajar tapi tenyata dampaknya pada anak sangat tidak baik pada perilakunya dan sikapnya terhadap kita sebagai orang tua.

Apabila kita ingin dihargai dan menerima sikap yang baik dari anak, tentunya semua itu tak pernah terlepas dari sikap dan perilaku kita terhadap anak itu sendiri.

Sebagai orang tua, hendaknya jangan pernah sekalipun menghardik atau memaki anak dengan perkataan yang tidak wajar seperti ungkapan binatang dan sebagainya. Hal ini akan berpengaruh pada kondisi kejiwaannya.

Yang paling gampang melihat dampaknya terhadap anak adalah, suatu saat ia akan melegalkan kata makian seperti itu dalam dirinya ketika ia marah. Kata makian tidaklah baik dan pantas diucapkan, apalagi terhadap anak sendiri.

Kalau kita sebagai orangtua marah terhadap anak, yang dibutuhkan adalah kontrol terhadap marah itu sendiri, boleh saja marah asalkan tetap mendidik. Katakan padanya kalau perbuatannya itu adalah perbuatan yang salah dan bodoh.

Katakan pada anak bahwa tindakan yang salah itu harus diperbaiki dan jangan diulang lagi. Katakan apa akibatnya dari perbuatannya itu. Dengan diberikan solusi pada anak, ia akan berpikir lebih terbuka terhadap segala kesalahan yang telah diperbuatnya.

Jalan lainnya adalah dengan menghukumnya. Cara menghukumnya adalah dengan cara yang mendidik pula. Pemotongan uang jajan, tidak boleh keluar bermain lebih mendidiknya untuk tidak melakukan kesalahannya lagi daripada dengan makian dan pukulan yang hanya akan menjadikannya bersikap kasar dan tidak penurut terhadap orang tua.

Kalau suatu saat Anda merasa perlu memukul anak, tidak masalah selama hal itu bukan bermaksud menyakiti. Diperbolehkan Anda memukul anak, namun hanya dengan pukulan yang tidak berbahaya dan mendidik, dengan tujuan untuk mendidiknya dari kesalahan yang diperbuatnya. Kalau bisa hanya diperuntukkan bagi kesalahan yang berat saja.

Satu hal yang tak kalah penting adalah dengan selalu mengajaknya berdiskusi terhadap setiap permasalahannya. Ajak ia untuk turut serta memecahkan masalahnya sendiri. Beri dan bimbing ia menemukan jalan keluar dari masalahnya sendiri.

Jangan pernah membiarkan anak dengan permasalahannya tanpa bimbingan Anda sebagai orang tua. 


-harian-global.com-


[ Read More ]


Dalam kehidupan anak-anak, terutama pada anak balita sering kita jumpai adanya kebiasaan-kebiasaan atau tingkah laku buruk pada anak, seperti mengompol, mengisap ibu jari, persaingan dengan saudara kandung, ketakutan dimalam hari, agresi (suka mengamuk dan marah) dan sebagainya. Perilaku ini sebenarnya bukanlah merupakan penyakit, merupakan hal yang biasa yang harus dapat diatasi oleh orang tua. Gejala ini disebabkan karena pertumbuhan emosi dan jiwa anak yang belum mantap.

Bagaimanakah sikap orang tua terhadap kasus gangguan perangai pada anak? Secara garis besar, orang tua perlu memiliki sikap-sikap sebagai berikut:

1.Janganlah menganggap gangguan perangai tersebut sebagai cacad atau suatu hal yang perlu dikutuk.

2.Orang tua harus mencoba mencari apa sebab atau latar belakang gangguan perangai tersebut.

3.Anggaplah anak sebagai seorang pasien, yang perlu mendapatkan bimbingan dan petunjuk-petunjuk serta menumbuhkan disiplin pada anak. Hal ini disebabkan karena anak kecil belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Juga perlu menumbuhkan rasa hormat anak kepada orang tua.

4.Orang tua berusaha mengatasi masalah yang dihadapi anak tersebut dengan menunjukkan kasih sayang kepada anak, bukan kebencian-kebencian.


-harian-global.com-


[ Read More ]


Tak butuh rumus yang rumit untuk mencetak anak cerdas secara emosi. Melatih anak untuk membangun kebiasaan berbagi atau menolong orang lain yang membutuhkan bisa membantunya mengembangkan empati dan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi inilah yang menjadi penyumbang terbesar untuk mencetak anak yang sukses, bahagia, termasuk membentuk karakter kepemimpinan dalam dirinya.

Psikolog Rustika Thamrin, SPsi, CHt, MTLT, menjelaskan, kecerdasan emosi memberikan kontribusi 80 persen atas kesuksesan dan kebahagiaan seseorang dalam hidupnya.

"Saat anak mengembangkan empati, dengan membangun kebiasaan berbagi, ia sedang mengembangkan kercerdasan emosinya," kata pakar parenting yang akrab disapa Tika ini, setelah talkshow "Habit of Giving = Determination to Start + Consistency", yang diadakan oleh Tango bekerja sama dengan KidZania, di KidZania, Jakarta, Kamis (20/1/2011).

Manfaat berbagi
Kecerdasan emosi yang dikembangkan dalam diri anak, dengan melatih kepekaan dari kebiasaan berbagi, memberi manfaat positif dalam tumbuh kembang anak. Tika menyebutkan, anak yang terbiasa berbagi dan peduli kepada orang lain memiliki kemampuan komunikasi yang lebih bagus, baik verbal maupun nonverbal. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kepemimpinan yang jauh lebih baik lagi.

Ketika anak memberi, kata Tika, ia sedang belajar berempati, melatih kepekaan sosial. "Saat memberi ia menempatkan dirinya pada posisi orang yang dibantu," lanjutnya. Jika karakter seperti ini sudah menjadi kebiasaan, anak akan tumbuh dengan kecerdasan emosi yang lebih matang.

Kepedulian dan kepekaan anak seperti ini bisa dilatih melalui berbagai kebiasaan kecil di keluarga. Seperti yang diterapkan oleh Yeffi Rahmawati, pekerja media, bersama anaknya, Rakha. Melalui program "Toples Perubahan", Yeffi, juara kedua lomba "Sahabat Tango Spread Miracle", mengajak anaknya menabung sisa uang jajan dalam toples. Jika toples kaca sudah penuh, mereka mencari orang lain yang membutuhkan bantuan. Langkah sederhana ini terbukti memberikan dampak positif pada diri Rakha. Yeffi menceritakan, Rakha kini justru lebih sering mengingatkan orangtuanya untuk lebih sering lagi berbagi bersama orang lain yang membutuhkan.

Ibu, terutamanya, memegang peran penting dalam membangun kebiasaan dan karakter ini, kata Tika. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama yang kompak antara ayah dan ibu sehingga anak bisa mendapatkan teladan yang baik. Bagaimanapun anak membutuhkan role model untuk menumbuhkan kepedulian dalam dirinya.


-kompas.com-



[ Read More ]


PADA saat lahir setiap anak memiliki sekitar 100 miliar sel otak. Namun kecerdasan anak tidak ditentukan banyaknya sel otak, melainkan jumlah terjadinya hubungan antarsel otak, yang disebut sinaps.

Stimulasi merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk mendorong terjadinya hubungan antarsel otak bayi. Kekuatan dan jumlah hubungan antarsel syaraf menjadi dasar untuk membantu proses belajarnya menjadi semakin cepat.

Tanpa stimulasi yang baik dan tepat, perkembangan otak anak menjadi kurang optimal. Akibatnya snaps yang jarang atau tidak terpakai akan musnah. Di sinilah pentingnya pemberian stimulasi secara rutin.

Ya, stimulasi perlu dilakukan secara rutin. Karena, setiap kali anak berpikir atau memfungsikan otaknya akan terbentuk sinaps baru untuk merespons stimulasi tersebut.

Seperti diungkapkan dr Muliaman Mansyur pada Seminar Stimulasi Kecerdasan Anak di Medan, pekan lalu, bahkan stimulasi secara terus menerus akan memperkuat sinaps yang lama sehingga otomatis membuat fungsi otak makin baik.

Orang tua memiliki peranan besar dalam memberikan stimulasi dan mengembangkan pola asuh anak. Namun, harus diakui dengan segudang kesibukan orang tua, tidak memberikan perhatian penuh kepada anak.

Muliaman menyebutkan salah satu metode yang dipakai untuk menyiasati kebersamaan yang berkualitas dalam waktu sempit adalah floor time. Orang tua dan anak menghabiskan waktu bersama selama 20-30 menit tanpa interupsi untuk berinteraksi dan bermain.

Otak anak berkembang 175 persen dalam 36 bulan pertama kehidupannya. Periode emas itu hanya terjadi satu kali seumur hidup, tidak bisa diulang. Orang tua sebaiknya membekali buah hati dengan nutrisi otak yang sehat dan seimbang demi kecerdasan optimal yang akan dibawa kini dan nanti.

Anak belajar dari lingkungan sekitar. Anak akan melihat, mendengar, membayangkan dan merasakan apa yang terjadi di sekitarnya. Kemudian dia mengingatkan atau meniru rangsangan yang dia terima, sebelum akhirnya mengembangkan bahkan menciptakan sendiri sesuatu yang baru berdasarkan apa yang pernah dialami panca inderanya.Dari sanalah kreativitas terbentuk.

Namun kemampuan belajar dari lingkungan sekitar antara satu anak dan anak lain menurut Muliaman berbeda. Perbedaan itu dipengaruhi oleh kualitas otak. Semakin berkualitas otak seorang anak, semakin cepat dia menyerap impuls lingkungan. Kualitas otak ditentukan dari jumlah sel otak, jumlah pencabangan sel otak, hubungan antarsel otak atau biasa disebut sinaps.

"Keberadaan neutrotransmitter atau zat yang mengaktifkan snaps dan mielinisasi atau kualitas selubung yang berperan pada kecepatan hantaran impuls antarsel syaraf," jelas Muliaman yang juga Brand Manager Anmum System, Fontera Brands Indonesia.

Tak bisa dipungkiri, faktor genetika berperan dalam kualitas otak anak. Namun faktor yang punya peranan lebih besar adalah nutrisi dan stimulasi yang diterima oleh anak selama periode emas tadi.

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, termasuk untuk otak bayi. Di dalam ASI terkandung protein, karbohidrat, lemak, asam lemak, vitamin dan meneral paling lengkap dan seimbang.

Ini untuk mengoptimalkan perkembangan otak anak disamping manfaat asam lemak esensial AA dan DHA yang krusial bagi kecerdasan. Selain itu terdapat gangliosida yang punya andil besar untuk menentukan kualitas otak. Selain protein, karbohidrat dan lemak mikronutrien vitamin dan mineral juga memegang peranan penting dalam perkembangan otak.

Konsentrasi
Agar anak dapat berkonsentrasi dengan baik dan mengasah kecerdasan, perlu didukung dengan tubuh sehat bebas penyakit. Penelitian yang dilakukan Prof Sunil Sazawal MD, MPH,PhD, lektor kepala dari Departement of International Health, Bloomberg School of Public Health, John Hopkins University,Baltimore menemukan bahwa mikronutrien seperti yang terkandung dalam nutrivit (Vit A,C,E,Selenium, Zat Besi, Seng dan FOS (Fiber) dengan rasio tertentu dapat meningkatkan daya tahan tubuh 317 anak usia 1-3 tahun terhadap berbagai risiko penyakit seperti diare, anemia, infeksi saluran pernafasan bawah dan mengurangi angka kesakitan.

Justru itu ingat Muliaman jangan mengabaikan peranan mikronutrien sebagai nutrisi penting yang sangat diperlukan selama masa emas perkembangan otak.


-analisadaily.com-



[ Read More ]


Hasil riset mengindikasikan, meski belum bisa berbicara, bayi berusia setahun sudah mampu memahami kata-kata yang didengarnya dan menggunakan struktur otak yang sama seperti halnya pada otak orang dewasa.

Penemuan tersebut cukup berbeda dengan keyakinan para ahli sebelumnya yang berpendapat bayi dan balita menggunakan mekanisme berbeda dengan orang dewasa dalam mempelajari kata-kata. 

Kemampuan ini dimulai secara primitif dan berevolusi ke dalam proses yang dipakai otak orang dewasa.

Dalam riset terbaru ini, para ahli menggunakan pemindaian otak non invasif untuk mengetahui aktivitas otak pada bayi berusia 12-18 bulan ketika mereka mendengarkan kata-kata.

Para peneliti memasangkan kata-kata dengan gambar, beberapa sesuai dengan kata yang diucapkan dan lainnya tidak sesuai. Yang menarik, bayi-bayi itu melihat gambar "bola" ketika diperdengarkan kata "bola". Namun mereka juga melihat gambar tersebut ketika mendengarkan kata "anjing".

Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan reaksi kuat pada bagian otak yang sama (area frontotemporal kiri) yang berkaitan dengan pemrosesan bahasa pada otak orang dewasa.

"Ternyata, bayi menggunakan mekanisme otak seperti halnya orang dewasa ketika mengakses arti kata-kata dari apa yang dipikirkan ke dalam databaseDatabase ini akan terus diperbaharui sampai dewasa," kata Katherine E.Travis ahli ilmu saraf dari University of California, San Diego. artian.

Ia menambahkan, dari riset ini terungkap bahwa "mesin" saraf yang dipakai orang dewasa untuk memahami kata-kata juga sudah berfungsi ketika kata tersebut pertama dikenali. 

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dikembangkan untuk mengatasi ketidakmampuan berbahasa pada anak-anak autis.


-kompas.com-



[ Read More ]


Hasil survei Pusat Inteligensia Kesehatan Kementerian Kesehatan menyatakan, mayoritas anak Indonesia berpikiran negatif yang dikategorikan sebagai pola pikir tidak sehat.


"Sebanyak 80 persen dari 3.000 responden menggambarkan cara berpikir negatif atau mental block. Ini adalah bentuk kegagalan pertumbuhan otak dari kecil," kata Kepala Subbidang Pemeliharaan dan Peningkatan Kemampuan Inteligensia Anak Kemenkes Gunawan Bam seusai temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat kemarin.

Pusat Inteligensia Kesehatan melakukan survei terhadap anak sekolah, dari tingkat SD hingga SMA, untuk mengetahui kondisi perkembangan otak anak Indonesia.

Kondisi pikiran yang serba negatif itu, ujar Gunawan, sebagai salah satu akibat dari "keracunan otak" akibat ulah orangtuanya. "Kondisi yang tidak kondusif. Orangtua pemarah bisa berpengaruh langsung ke kondisi kesehatan otak anak," katanya.

Ia mencontohkan, jika orangtua berbohong atau marah kepada anak, hal itu dapat menyebabkan otak anak menjadi menyusut. Kondisi semacam itu, jika diteruskan, akan mencegah terjadinya pertumbuhan otak normal.

"Ini adalah bentuk kegagalan dari kecil. Sama seperti anak tidak matang dalam merasa, meraba, melihat," ujar Gunawan.

Namun, ia mengatakan, hal itu bukannya tidak dapat diperbaiki. Beberapa perbaikan sensomotorik dapat dilakukan untuk kembali meningkatkan kesehatan dan perkembangan otak.

Kemenkes juga akan melakukan brain assessment kepada pegawai pemerintahan bekerja sama dengan Kementerian Aparatur Negara.

"Mudah-mudahan tahun ini akan kita mulai. Paling tidak akan kita awali tahun ini," kata Kepala Pusat Inteligensia Kesehatan Kemenkes dr Kemas M Akib Aman, SpR, MARS.

Tiga instrumen yang diamati dalam brain assessment itu adalah neuro-behaviour, psikologi dan psikiatri.

Metode yang dikembangkan Pusat Inteligensia Kesehatan ini telah divalidasi pada sejumlah responden di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, dan Nusa Tenggara Barat.


-kompas.com-




[ Read More ]


Bermain adalah hak anak. Hak ini kerap terlupakan karena dianggap  tidak penting. Padahal, dari bermain  orang tua akan melihat perkembangan anak. 

Bermain merupakan suatu kegiatan yang bersifat intrinsik, kata Dra. Mayke S.Tedjasaputra, M.Psi. Artinya, sudah melekat pada anak dengan sendirinya. Sejak bayi, perilaku ini sudah muncul dalam bentuk memainkan tangan atau benda-benda di sekitarnya. 

Sayangnya, menurut psikolog dan terapis bermain ini, bagi kebanyakan orang, kegiatan bermain sering dianggap tidak bermanfaat. Kadang, seperti ditulis dalam buku Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, naluri alamiah dan hak anak untuk bermain sering diabaikan. 

Banyak orangtua melarang anak-anaknya bermain dengan alasan bermacam-macam. Takut bajunya kotor, takut terkena kuman, takut hitam, hingga takut anaknya tidak menjadi pintar karena kebanyakan bermain. 

Anggapan keliru dan pengabaian semacam ini tentu berdampak negatif bagi anak. “Larangan bermain semacam ini bahkan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak anak karena bermain itu penting dan termasuk hak anak,” ujar DR. Seto Mulyadi dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang bisa dipanggil Kak Seto ini.

Paradigma bahwa bermain itu buruk harus diubah. Bermain menjadi modal tepat untuk kecerdasan intelektual maupun emosional. Mengutip Piaget dan Vygotsky, kegiatan bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dan mempraktikkan keterampilan hidup (life skill). 

Bermain sebagai kegiatan yang menyenangkan menjadi cara paling utama bagi anak mempelajari berbagai hal. “Selain menyenangkan, bermain memiliki berbagai manfaat untuk perkembangan anak, baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, maupun sosial-emosional,” ujar Dra. Mayke, dosen psikologi di Universitas Indonesia.

Hal senada juga dikatakan oleh Kak Seto, bahwa bermain merupakan sarana yang baik untuk mengembangkan fungsi kognitif, afektif, serta psikomotorik anak. Karena itu, kata DR. Tjut Rifameutia, saat anak sedang mau bermain biarkan mereka bermain. “Beri kesempatan kepada anak untuk bermain, sehingga orangtua tahu perkembangan anak. Orangtua jangan cemas berlebihan,” katanya.


Tak melulu aktivitas fisik

Membuat pernak-pernik atau menjahit, menjadi cara untuk memperkuat motorik halus. Begitu pula dengan mewarnai dan pelajaran prakarya di sekolah. Menulis halus dengan huruf Latin bagi anak-anak Indonesia, atau menulis huruf kanji bagi anak-anak Jepang juga merupakan cara melatih motorik halus. Anak dengan motorik halus yang baik akan menulis dengan baik menggunakan tangannya. 

Lain halnya jika anak bermain kejar-kejaran, ia sedang memperkuat motorik kasar. Kegiatan tersebut tak hanya jadi monopoli anak laki-laki. Anak perempuan juga perlu belajar berlari-lari agar motorik kasarnya terlatih.

Saat anak menjatuhkan bola dan telur misalnya, mereka akan menemukan hal-hal baru. Bola akan melenting saat dilemparkan ke lantai, sedangkan telur malah akan pecah. Dari hal ini, anak menjadi tahu sesuatu yang baru dengan mencoba. 

Dengan bermain, anak juga belajar estimasi, mengembangkan pola kognitif, konsep dalam hal pola hidup, toleransi, mengenal aturan, serta bertenggang rasa. Bermain akan membuat nilai-nilai tersebut lebih masuk dan meresap dalam diri anak. 

Kak Seto mengingatkan, bermain tak melulu dalam bentuk aktivitas fisik. Saat anak sakit misalnya, mereka tak bisa aktif secara fisik. Mendongeng bisa menjadi bahan permainan. Pun, kalau situasi tidak memungkinkan, bermain bisa dilakukan di dalam rumah. Setelah selesai bermain, orangtua bisa mengajak anak untuk membereskan dan membersihkan mainannya. 
 
“Prinsipnya, bermain itu harus spontan dan menyenangkan, tidak membuat anak jemu dan sebal dengan permainan yang dilakukan. Bila anak lebih senang mencari ikan kecil di sungai ketimbang di kolam, mereka tetap diperbolehkan bermain. Tentu dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan,” ujar Kak Seto. 

Contohnya, bila kondisi sungai membahayakan jiwa anak, hendaknya dialihkan ke tempat lain. Pun bila sungai tersebut sangat kotor.  “Carilah sungai yang lebih bersih. Jangan lupa, setelah selesai bermain, minta anak untuk membersihkan diri dan mandi dengan sabun agar mereka tidak terjangkit penyakit,” tambah Kak Seto.


-kompas.com-


[ Read More ]