Featured Posts

Paud, Jembatan Keunikan AnakPaud, Jembatan Keunikan Anaktuntutan orang tua yang merasa bangga dan menuntut anak usia dini mahir calistung bukan lagi cara pandang tepat. Selain belum waktunya, juga melanggar hak anak bermain. Efeknya.....

Readmore

kunci penting kembangkan bakat anakKunci Penting Kembangkan Bakat AnakBAKAT dalam diri anak merupakan anugerah sejak lahir yang musti disyukuri. Namun, orangtua tidak boleh hanya berdiam diri. Perlu stimulasi untuk mengasah bakatnya....

Readmore

pengembangan bakat disesuaikan dengan kebutuhan anakPengembangan Bakat Disesuaikan dengan Kebutuhan AnakKUNCI lain yang tak kalah pentingnya dalam pengembangan bakat anak adalah dengan selalu berpijak pada kebutuhan anak....

Readmore

Rss

Saat si kecil memasuki usia balita, dia bisa menjadi sangat sulit untuk ditangani. Anak mulai susah diajak mandi atau makan. Dia bisa tiba-tiba marah dan menangis kencang saat keinginannya tidak dituruti, dan masih banyak masalah lainnya.

Masa balita bisa jadi saat yang sulit sekaligus menyenangkan untuk orangtua. Di usia ini, anak mulai menunjukkan berbagai kepintarannya. Namun di sisi lain, dia juga mulai terlihat mandiri. Hambatannya adalah, mereka masih memiliki kemampuan terbatas dalam berkomunikasi dan memahami sesuatu.

"Mereka (anak-anak berusia balita) mengerti kalau mereka bisa melakukan sesuatu," ujar Spesialis Perkembangan Anak, Claire Lerner, seperti dikutip WebMD.

"Hal ini pun membuat mereka ingin menunjukkan pada dunia dan menegaskan pada diri mereka sendiri dengan cara yang baru, bukan bayi lagi. Namun masalahnya mereka memiliki kontrol diri yang kurang dan belum berpikir rasional," urai Lerner.

Dengan segala kombinasi cara berpikir dan tingkah laku itu, bukan tidak mungkin Anda kerap merasa hilang akal menghadapi si kecil. Apalagi jika kata-kata yang sering diucapkannya adalah 'tidak'.

Jadi, adakah solusi agar mengurus si balita menjadi lebih mudah? Berikut ini beberapa cara mudah mendisiplinkan si kecil:

1. Konsisten
Perintah dan rutinitas membuat si kecil merasa memiliki tempat perlindungan dari dunia yang mereka lihat tidak dapat diprediksi," ujar Lerner. "Saat ada sesuatu yang sudah bisa diprediksi dan dilakukan dengan rutin, ini membuat anak merasa lebih nyaman dan aman. Mereka pun jadi lebih bersikap manis dan tenang karena tahu apa yang akan terjadi," tambahnya.

Sesuai dengan saran Lerner tersebut, cobalah untuk melakukan segala kegiatan si kecil sesuai jadwal, setiap hari. Artinya Anda harus memiliki waktu tidur siang, makan dan tidur malam yang konsisten. Begitu juga konsisten kapan waktu dia bisa bermain.

Jika Anda hendak membuat perubahan, misalnya saat Anda harus pergi ke luar kota, katakan padanya sejak jauh-jauh hari. Persiapkan anak menghadapi hal ini agar mereka tidak terlalu kaget pada perubahan tersebut.

Konsistensi juga penting dalam hal disiplin. Contohnya saat Anda mengatakan 'tidak boleh memukul', saat si kecil untuk pertama kalinya memukul anak lain di taman bermain, Anda harus terus mengatakan hal yang sama, jika ia melakukannya untuk kedua atau ketiga kalinya.

2. Hindari Situasi yang Membuat Stres atau Marah

Saat si kecil mulai menginjak usia balita, Anda sebaiknya meluangkan waktu untuk memahami apa saja yang membuatnya marah. Biasanya adalah karena mereka lapar, mengantuk dan perubahan mendadak.

Dengan melakukan perencanaan, Anda sebenarnya bisa menghindari kemarahannya ini dan membuatnya tetap tenang. "Misalnya saja, Anda jangan pergi ke supermarket di waktu anak seharusnya tidur siang, jika tidak mau anak tiba-tiba marah-marah," ujar dr. Lisa Asta, dokter anak di California yang juga asisten professor di Universitas California.

3. Berpikirlah Seperti Anak Balita

Anak balita belum bisa memahami segala sesuatunya apa adanya. Misalnya saja soal bagaimana harus bersikap dengan benar dan sesuai aturan. Jadi saat menghadapi si kecil, cobalah melihat dari perspektif anak untuk mencegah dia tantrum.

"Anda bisa bilang, ibu tahu, kamu tidak suka mandi, tapi kamu harus melakukannya," ujar Lerner. "Ucapan itu membuatnya tidak terintimidasi. Kita seolah memahami perasaannya," tambahnya.

Memberikan anak pilihan juga bisa Anda lakukan untuk menunjukkan kalau Anda menghargainya dan memahami perasaannya. Misalnya saja, saat anak tidak mau memakai sepatu, tanyakan saja padanya sepatu warna apa yang mau ia pakai, merah atau biru. Dengan memiliki pilihan, anak merasa mereka memiliki kontrol terhadap situasi yang sedang dialami.

4. Belajar Bagaimana Mengalihkan Perhatian

Saat si kecil sudah lebih dari 10 kali melempar bola ke dinding ruang tamu dan dia tidak berhenti meskipun Anda sudah menyuruhnya, inilah saatnya Anda mengalihkan perhatiannya ke hal lain. Anda juga bisa mencoba mengajaknya bermain di luar.

"Orangtua sebaiknya menciptakan lingkungan yang bisa kondusif untuk perilaku balita," saran Rex Forehand, PhD, Professor Psikologi di University of Vermont dan penulis buku 'Parenting the Strong-Willed Child'.

"Jika mereka melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan (seperti bermain bola di ruang tamu), Anda seharusnya bukan melarangnya, tapi coba cari aktivitas lain," tambah Rex.

5. Berikan Anak Time Out

Time out merupakan salah satu fondasi untuk membangun disiplin anak. Meskipun cara ini sebenarnya belum bisa benar-benar diterapkan saat anak berusia balita.

Akan ada implikasi negatif jika Anda memberikan anak balita time out terlalu lama. Anak akan merasa mereka nakal. Padahal sebenarnya Anda ingin mengajarkannya bersikap yang baik.

Jika Anda memberikan si kecil time out, batasi waktunya hanya 1-2 menit. Jangan juga katakan pada anak kalau itu adalah time out karena anak di bawah tiga tahun belum memahaminya. Gunakan kalimat yang lebih positif untuk menyebut time out.

Lerner menyarankan buat tempat yang nyaman untuk anak sehingga dia bisa tenang. Perbaiki sikapnya yang tidak baik, namun jangan lupa juga untuk memberikan pujian atas sikap baiknya.

"Jika Anda tidak memberikan pujian saat anak bersikap baik, terkadang mereka akan melakukan hal buruk hanya untuk mendapatkan perhatian," tambah Asta. Kalau Anda memuji anak atas perbuatan baiknya, kemungkinan besar anak mau melakukannya lagi.

6. Tetap Tenang

 
Saat si kecil mengalami tantrum di mall, Anda sudah pasti berusaha menghindari tatapan orang yang lewat. Saat itu Anda pasti akan dengan mudah tersulut emosi dan memarahinya. Merasa tetap tenang memang sulit, namun dengan kehilangan kontrol diri, bisa membuat situasi semakin panas dan Anda pun stres.

Coba tarik napas sejenak dan dinginkan kepala. "Kemarahan malah akan membuat Anda lebih buruk dan merasa bersalah. Hal itu juga tidak akan berdampak baik pada anak," saran Forehand.

Sedangkan Lerner menyarankan, jangan tunjukkan emosi Anda saat si kecil mengamuk. Bersikaplah seperti tidak ada yang terjadi. "Diamkan saja sikap anak. Saat anak tahu kalau teriakannya tidak menarik perhatian Anda, dia akhirnya akan lelah berteriak," tuturnya.

-wolipop-
[ Read More ]

Di 29 negara, kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa adalah sebuah perbuatan melanggar hukum. Di 113 negara, sekolah juga dilarang memberikan hukuman dengan memukul.

Meskipun saat ini sudah jarang terjadi, tetap masih ada saja orangtua yang memukul jika anaknya membuat kesal. Padahal tindakan itu sebaiknya dihindari karena bisa berefek buruk pada anak.

Dikutip dari Natural Growth, Dr. Peter Newell, koordinator organisasi End of Punidshment of Children mengatakan, semua orang berhak mendapat perlindungan atas kebebasan fisik mereka, anak-anak termasuk orang yang berhak itu. Selama beberapa tahun terakhir ini pun, cukup banyak psikolog dan sosiolog yang merekomendasikan agar orangtua tidak memukul saat anak melakukan hal yang tidak baik atau mengesalkan.

Berikut ini 8 alasan kenapa Anda sebaiknya tidak memukul anak:

1. Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul. Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul memiliki perilaku agresif dan menyimpang saat mereka remaja dan dewasa.

Anak-anak secara alami belajar bagaimana harus bersikap melalui pengamatan dan meniru orangtua mereka. Makanya jika Anda suka memukul, saat dewasa nanti, mereka pun akan menganggap apa yang Anda lakukan itu memang boleh dilakoni.

2. Anak-anak berperilaku tidak baik biasanya karena orangtuanya atau orang yang mengasuhnya melupakan kebutuhannya. Kebutuhan itu di antaranya, tidur yang cukup, makanan bernutrisi, udara segar dan kebebasan mengeksperikan diri untuk bereksplorasi.

Orangtua terkadang melupakan kebutuhan anak tersebut karena terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Ditambah lagi stres yang melanda membuat orangtua jadi cepat emosi saat anak mulai menunjukkan sikap tidak baiknya.

Sangat tidak adil jika akhirnya si anak dipukul hanya karena sikap tidak baiknya yang awalnya sebenarnya adalah kesalahan orangtua.

3. Hukuman malah membuat anak tidak belajar bagaimana seharusnya menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif dan lebih manusiawi. Anak yang dihukum jadi memendam perasaan marah dan dendam. Anak yang dipukul orangtuanya pun jadi tidak bisa belajar bagaimana menghadapi situasi yang serupa di masa depan.

4. Hukuman untuk anak dengan kekerasan bisa mengganggu ikatan antara orangtua dan anak. Ikatan yang kuat seharusnya didasari atas cinta dan saling menghargai.

Jika Anda memukul anak, dan si anak kemudian menuruti perkataan Anda, apa yang dilakukannya itu hanya karena dia takut. Sikap itu pun tidak akan bertahan lama karena pada akhirnya anak akan memberontak lagi.

5. Anak yang mudah marah dan frustasi tidaklah terbentuk dari dalam dirinya. Kemarahan tersebut sudah terakumulasi sejak lama, sejak orangtuanya mulai memberinya hukuman dengan kekerasan.

Hukuman itu memang pada awalnya sukses membuat anak bersikap baik. Namun, saat si anak beranjak remaja dan menjadi dewasa, hukuman itu malah menjadi buah simalakama.

6. Anak yang dipukul di bagian sensitifnya, bisa membuat anak mengasosiasikan hal itu antara rasa sakit dan kenikmatan seksual. Pemikiran tersebut akan berdampak buruk, terutama jika anak tidak mendapat banyak perhatian dari orangtuanya, kecuali hanya saat dihukum.

Anak yang mengalami hal tersebut akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri. Mereka percaya, mereka tidak layak mendapatkan hal yang lebih baik.

7. Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu 'tindakan itu dibenarkan'. Mereka merasa memukul orang lain yang lebih kecil dari mereka dan kurang memiliki kekuatan, memang boleh.

Saat dewasa, anak ini akan tumbuh menjadi orang yang kurang memiliki kasih sayang pada orang lain dan takut pada orang yang lebih kuat dari mereka.

8. Berkaca dari orangtuanya yang suka memukul, anak belajar kalau memukul merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengeksperikan perasaan dan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, sungguh memukul anak bukanlah cara yang tepat untuk mendidik mereka atau membuat mereka jadi orang yang lebih baik.

-wolipop-
[ Read More ]

Perilaku anak terkadang membuat orangtua jengkel, terutama jika sikapnya sudah benar-benar tidak bisa ditolerir, seperti memukul temannya. Apa yang harus orangtua lakukan? Haruskah anak dihukum?

Memberikan hukuman terutama hukuman fisik, seperti memukulnya sangat tidak dianjurkan. Pada anak yang berusia 1-2 tahun, mereka belum memahami arti pukulan Anda tersebut. Anak hanya paham kalau pukulan tersebut membuatnya sakit.

Memukul juga bisa berefek buruk pada anak di masa depan. Ingatlah anak belajar dari orangtuanya. Jadi pastikan Anda menjadi contoh yang baik untuk mereka.

Sebelum menghukum anak, kalau memang Anda perlu melakukannya, ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan. Coba tanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah dia sudah tahu kesalahannya?
2. Perlukah dilakukan tindakan yang bisa membuatnya jera?
3. Apakah anak mungkin akan melakukannya lagi?
4. Apakah anak mengerti kalau tindakannya itu tidak baik?

Setelah tahu jawabannya dan Anda merasa memang anak perlu dihukum, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan. Cara-cara tersebut di antaranya dengan menggunakan timeout, memberi contoh yang baik, tidak lagi memberinya hadiah atau pujian dan membuatnya paham kalau ada konsekuensi dari tindakannya tersebut.

Sebagai contoh, saat anak diketahui memukul temannya, beritahu padanya kalau tindakannya itu tidak baik. Agar anak jera, Anda bisa menghukumnya dengan tidak mengizinkan anak memainkan mainan favoritnya atau makan makanan kesukaannya. Usahakan anak paham kalau apa yang Anda lakukan itu adalah konsekuensi dari perbutannya. Jangan lupa untuk memberinya pelukan setelah dia mulai tenang. Cara ini Anda harus lakukan agar si kecil tidak merasa Anda tak menyayanginya.

Sebagai orangtua, usahakan Anda memang sudah memberitahu anak soal berbagai 'aturan' yang harus ditaatinya dan apa konsekuensi jika dia tidak mengikuti aturan tersebut. Misalnya saat Anda mengetahui anak tiba-tiba menggunakan krayon atau spidolnya untuk mewarnai tembok rumah, katakan pada mereka kalau hal itu sebenarnya tidak boleh dilakukan.

Jelaskan padanya apa yang akan ia dapat jika tindakan tersebut diulanginya lagi. Contohnya, anak tidak boleh memakai crayon untuk beberapa hari atau dia harus membantu membersihkan tembok. Kalau anak masih mengulangi perbuataannya, ingatkan lagi kalau krayon sebaiknya digunakan di buku gambar atau di atas kertas, lalu laksanakan 'hukuman' yang sebelumnya sudah Anda bicarakan dengannya.

-wolipop-
[ Read More ]

Bayi bisa diajari dua bahasa (bilingual) sejak mereka baru lahir. Penelitian terbaru pun membuktikan bayi bilingual memiliki kemampuan bicara yang lebih baik saat mereka memasuki usia balita.

Penelitian tersebut dipublikasikan dalam Journal of Phonetics. Penelitian dilakukan oleh para ilmuwan di University of Washington's Institute for Learning & Brain Sciences.

Dari penelitian itu terungkap, bayi yang dibesarkan dengan dua bahasa, otaknya di masa depan lebih fleksibel mempelajari bahasa lainnya. Kemampuan otak bayi tersebut akan semakin meningkat jika mereka mendengar banyak bahasa di rumah.

Dalam penelitian itu, peneliti membandingkan antara bayi yang hanya diajari satu bahasa atau monolingual (bahasa Inggris atau Spanyol) dan bayi bilingual (diajari bahasa Inggris dan Spanyol). Para bayi tersebut kemudian diukur aktivitas otaknya dengan alat electroencephalogram atau EEG. Alat tersebut merekam arus energi di otak.

Para bayi kemudian diperdengarkan suara yang bicara dengan satu bahasa. Lalu suara lain muncul dalam bahasa yang berbeda.

Saat otak bisa mendeteksi suara lain tersebut, akan muncul pola yang disebut respon 'mismatch'. Respon tersebut bisa terlihat dengan alat EEG.

Setelah diteliti, bayi monolingual berusia 6-9 bulan menunjukkan mereka bisa merespon saat mendengar bahasa Inggris dan Spanyol. Artinya para bayi tersebut menyadari adanya perubahan saat munculnya suara dengan bahasa lain.

Namun di usia 10-12 bulan, bayi monolingual hanya merespon pada suara berbahasa Inggris. Sementara bayi bilingual menunjukkan hal berbeda.

Pada usia 6-9 bulan, bayi bilingual tidak menunjukkan respon 'mismatch'. Namun di usia 10-12 bulan mereka menunjukkan respon pada suara dengan dua bahasa berbeda itu.

Pemimpin penelitian itu Adrian Garcia-Sierra menjelaskan bayi bilingual punya pola yang berbeda dalam mempelajari bahasa, dibandingkan bayi monolingual. "Saat otak diperkenalkan pada dua bahasa, ketimbang hanya satu, respon mereka bertahan lama ketimbang bayi yang hanya diajari satu bahasa," jelasnya.

Untuk melihat respon otak pada bayi berusia 10-12 bulan itu mempengaruhi kemampuan bicaranya atau tidak, para peneliti melanjutkan penelitian mereka sampai si bayi berusia 15 bulan. Peneliti ingin melihat berapa banyak kata bahasa Inggris dan Spanyol yang diketahui bayi-bayi tersebut.

Dari penelitian itu diketahui, bayi yang diperkenalkan pada berbagai bahasa sejak dini memiliki kemampuan bicara yang lebih baik. Bayi bilingual yang diperkenalkan bahasa Inggris oleh orangtua, saudara, dan orang dewasa lainnya juga bisa bicara banyak dalam bahasa Inggris.

"Otak bayi bilingual sangat luar biasa karena itu merefleksikan kemampuan manusia untuk berpikir fleksibel. Bayi bilingual belajar bahwa suatu obyek dan peristiwa punya dua bahasa. Fleksibilitas di antara kedua hal itu menjadi latihan yang baik untuk otak," ujar wakil pemimpin penelitian tersebut, Patricia Kuhl.

"Mempelajari bahasa kedua sama seperti olahraga. Semakin sering dilatih akan semakin ahli," tambahnya.


-wolipop-


[ Read More ]

Membuat anak mau mengonsumsi makanan sehat seperti sayur dan buah, biasanya menjadi tugas yang cukup sulit. Beberapa anak ada yang sangat memilih-milih makanan, dan kebanyakan dari mereka tidak mau makan sayur atau buah.

Padahal, sayur dan buah kaya akan vitamin, mineral dan serat yang membantu pertumbuhan sang anak. Jangan terburu frustasi karena tidak juga berhasil membuat anak mau makan sehat.

Seperti dikutip dari All Women Stalk, berikut ini beberapa trik membujuk anak agar mau makan sehat.

1. Beri Contoh yang Baik
Jangan berharap si anak mau makan makanan sehat jika Anda, orangtuanya, juga tidak menerapkan pola makan sehat. Semua orangtua pasti ingin anaknya mengonsumsi makanan sehat, tapi itu harus dimulai dari orangtua.

Jadilah contoh yang baik bagi anak Anda. Anak cenderung cepat meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Hindari makan hidangan cepat saji atau junk food di depannya. Biasakan memakan sayuran, buah, atau makanan sehat lainnya saat Anda makan bersamanya dan tunjukkan kalau menyantap makanan sehat itu enak dan menyenangkan.

2. Sajikan dalam Porsi Kecil
Jika ingin si kecil mau mengonsumsi sayur, jangan 'mengintimidasinya' dengan menaruh sayuran hijau dalam satu piring penuh. Cukup sajikan satu sendok makan sayuran dan sajikan bersama nasi serta lauk pauknya. Untuk membuat makanan lebih menarik, beri sedikit warna. Misalnya tumisan buncis dengan wortel, atau tambahkan potongan tomat segar. Jika si kecil sudah mulai mau makan, Anda bisa menambah porsinya.

3. Jangan Memaksa
Jangan memaksanya makan sesuatu yang ia tidak suka. Si anak akan semakin benci dan menjauhi makanan tersebut. Membuat anak mau makan sayur dan buah memang bukan tugas yang mudah. Mintalah secara halus, bujuk atau rayu anak Anda (tapi jangan mengiming-iminginya dengan hadiah).

Lakukan terus menerus sampai dia mau makan. Mungkin awalnya dia hanya mau makan sedikit, misalnya satu sendok kecil tiap kali makan. Tapi ini adalah kemajuan yang bagus. Perlahan-lahan, tambahkan lebih banyak sayur saat menyuapinya. Perlahan-lahan dia akan terbiasa. Ingat, jangan sajikan sayur dan buah sekaligus banyak. Fokuskan dulu pada makanan yang dia suka.

4. Ajak Si Kecil Membantu Memasak
Anak biasanya lebih tertarik mencicipi apa yang telah dibuatnya. Kenapa tidak ajak si kecil membuat masakan bersama Anda? Cari resep yang mudah dibuat dan tidak membahayakan anak. Misalnya roti isi daging dan selada, membantu menghias makanan yang sudah jadi, atau mengaduk bahan.

Anda bisa membuat skenario, dimana Anda dan si kecil bertugas jadi koki di restoran yang harus membuatkan makanan untuk tamu. Dalam hal ini, Anda bisa ajak suami untuk berpartisipasi. Setelah masakan jadi, minta anak untuk mencicipinya.

-wolipop-
[ Read More ]

Anak-anak juga bisa mengalami stres dan melampiaskannya pada perilaku yang tidak menyenangkan. Menurut penelitian, hal itu bisa diatasi dengan membiarkan si kecil bermain dengan sahabatnya.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, ada banyak hal yang bisa menyebabkan anak stres. Misalnya karena sikap orang tua, trauma hingga masalah dengan teman. 

Namun Anda tak perlu lagi khawatir, menurut sebuah penelitian terbaru, sahabat si kecil bisa memberikan pengaruh yang menenangkan pada hormon stres ketika dirinya merasa tegang. Selain menenangkan, seorang sahabat juga bisa membuat kepala mereka dingin dan mengambil keputusan tanpa memihak.

"Satu hal yang menarik mengenai penemuan ini adalah sahabat sebagai penenang, bukan hanya teman biasa," ujar Ryan Adams, asisten profesor pediatri dari Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, seperti dikutip dari MSN.

Untuk melihat dampak persahabatan ini, Adams dan rekannya mengumpulkan 103 murid dari kelas lima dan kelas enam yang memiliki teman baik. Dalam penelitian itu, setiap hari anak-anak diwajibkan untuk menulis buku harian sebanyak lima kali.

Mereka juga diminta mengisi kuesioner yang dirancang untuk menunjukkan seberapa baik perasaan mereka terhadap diri sendiri, orangtua, saudara kandung, sahabat, teman, guru dan orang lain. Saat mengisi diari tersebut, anak-anak juga diminta untuk meludah ke dalam botol. Gunanya untuk menganalisa tingkat kortisol --hormon stres-- dalam tubuhnya.

Hasil yang ditemukan tentu tak mengejutkan bahwa anak-anak lebih bahagia ketika sang sahabat berada di dekatnya. Yang cukup mengejutkan adalah, kehadiran sahabat bisa bantu menghindari anak dari dampak fisik pengalaman negatif. Anak-anak tidak memproduksi kortisol sebanyak ketika mereka tidak ditemani oleh sahabatnya.

"Ini menunjukkan kepada kita bahwa sahabat bisa memberikan pengaruh positif. Kehadiran seorang sahabat bisa membantu anak-anak bernegosiasi dengan situasi stres," jelas Patrick Tolan, direktur Youth-Nex dari University of Virginia Center.

-wolipop-
[ Read More ]

Konsentrasi dan fokus sangat dibutuhkan bagi anak di sekolah agar lebih mudah menerima pelajaran yang diberikan. Selain harus rajin belajar, mengonsumsi minyak ikan juga bisa membantu anak lebih fokus di sekolah.

Asam lemak omega-3 yang juga disebut dengan asam lemak esensial merupakan lemak tertentu yang dibutuhkan tetapi tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh. Oleh karena itu, tubuh memerlukan asam lemak omega-3 dari makanan tertentu seperti dari minyak ikan.

Menurut University of Maryland Medical Center, asam lemak omega-3 dapat menguntungkan kesehatan dengan mengurangi inflamasi selular, menurunkan risiko penyakit jantung, kanker dan artritis, mendukung otak yang sehat dan mengatur fungsi kognitif dan perilaku.

Saat ini, ada beberapa bukti yang menyebutkan bahwa asam lemak omega-3 pada minyak ikan dapat membantu meningkatkan perhatian, fokus dan konsentrasi, khususnya bagi anak-anak dengan defisit perhatian.

Sebuah studi yang dilaporkan dalam jurnal Pediatrics menemukan bahwa suplemen asam lemak secara dapat meningkatkan kemampuan anak untuk fokus, yang pada gilirannya mempengaruhi kemampuan belajar.

Dr Edward Hallowell, seorang dokter anak yang ahli ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), pernah menulis artikel di New York Times pada tahun 2008 yang merekomendasikan rutin mengonsumsi minyak ikan untuk pasien dengan ADHD, meskipun ia mencatat bahwa minyak ikan saja tidak dapat menyembuhkan ADHD.

Menurut artikel tersebut, orangtua telah melaporkan bukti anekdotal bahwa minyak ikan telah meningkatkan masalah perhatian anak-anak mereka dan membantu anak lebih fokus, bahkan tanpa adanya bukti ilmiah yang kuat tentang efektivitas minyak ikan.


-detik-
[ Read More ]

Bermain adalah salah satu keuntungan menjadi kanak-kanak. Tapi di era di mana orang tua makin khawatir dengan masa depan dan pendidikan anak-anaknya, waktu bermain anak-anak berkurang drastis dibandingkan beberapa puluh tahun lalu.

Kecenderungan ini memiliki berdampak serius bagi perkembangan anak-anak dan kesehatan mentalnya.

"Di tahun 1950-an, anak-anak bebas bermain. Jika anak-anak hanya tinggal di rumah saja, Ibunya akan mengatakan 'pergilah keluar dan bermain'. Tempat alami untuk anak-anak adalah berada di luar," kata Peter Gray, profesor penelitian psikologi di Boston College.

"Saat ini yang terjadi justru sebaliknya, orang tua tidak mengizinkan anak-anak untuk bebas bermain. Bahkan jika anak-anak tetap melakukannya, tidak ada anak-anak lain di luar sana untuk diajak bermain. Atau ibu mungkin membatasi anak, seperti 'tidak boleh keluar dari halaman'. Padahal, anak-anak ingin bermain ke luar," lanjut Gray.

Ketika anak-anak diizinkan bermain, mereka membuat permainan, menegosiasikan aturan dan memastikan orang lain bermain adil. Semua itu membantunya mengajarkan bagaimana membuat keputusan, memecahkan masalah dan mengontrol diri sendiri.

Anak yang terlalu banyak memiliki ledakan emosional atau keras kepala memaksakan kehendak perlu mengubah perilakunya jika ingin tetap diterima dalam kelompok.

"Dengan permainan bebas, mereka memperoleh kompetensi dasar yang diperlukan untuk menjadi dewasa. Tetapi sejak pertengahan 1950-an, orang-orang dewasa ikut menentukan kegiatan anak-anaknya dengan mengorbankan kesehatan mental anak-anaknya," kata Gray, penulis dua studi yang diterbitkan baru-baru ini dalam American Journal of Play.

Penelitian menunjukkan anak-anak saat ini lebih mungkin mengalami kecemasan, depresi, perasaan tidak berdaya, dan narsisisme. Kesemuanya bertepatan dengan menurunnya aktifitas bermain dan meningkatnya pantauan orang tua dan pengaturan kegiatan anak-anak oleh orang tuanya.

"Untuk anak laki-laki, permainan yang kasar dan seringkali menyebabkan jatuh membantu mengajarkan regulasi emosi," kata Peter LaFreniere, profesor psikologi perkembangan di Universitas Maine.

"Anak laki-laki belajar bahwa jika mereka ingin menjaga temannya, mereka tidak boleh membiarkannya pergi terlalu jauh atau menyakiti anak-anak lainnya. Keterampilan ini akan membantu anak laki-laki tumbuh menjadi pria yang mampu mengontrol agresi dan kemarahannya," katanya.

Meskipun semakin banyak ahli yang menyuarakan pentingnya bermain terhadap kesehatan mental dan fisik anak-anak, namun jumlah waktu bermain anak-anak tetap menurun secara signifikan.

Gray mengutip salah satu survei dengan sampel orang tua yang mewakili nasional yang melacak kegiatan anak-anak pada tahun 1981 dan tahun 1997. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang berusia 6 sampai 8 tahun pada tahun 1997 bermain 25 persen lebih sedikit dibandingkan anak-anak pada tahun 1981.

Penelitian lain sekitar sepuluh tahun lalu meminta 830 orang ibu AS membandingkan waktu bermain anak-anak mereka dengan waktu bermain mereka sendiri ketika masih anak-anak. Sekitar 70 persen ibu melaporkan bahwa mereka sering bermain di luar ketika masih anak-anak. Namun hanya 31 persen yang mengatakan bahwa anak-anak mereka sendiri juga melakukan hal yang sama.

Jadi apakah yang menyebabkan anak-anak harus tetap di dalam rumah? Menurut survei, alasan terbesarnya adalah karena takut penculikan, diikuti oleh kekhawatiran anak-anak akan tertabrak mobil dan diganggu anak-anak nakal.

"Ketakutan mereka telah menciptakan orangtua yang terlalu protektif dan membesarkan anak-anak yang penakut dan tak mampu mengatasi naik turunnya kehidupan karena tidak punya pengalaman," kata Hara Estroff Marano, penulis buku 'A Nation of Wimps: The High Cost of Invasive Parenting' dari New York.

Suatu survei menemukan bahwa 89 persen anak-anak lebih suka bermain di luar dengan teman-teman daripada menonton TV.

"Orang tua harus ingat bahwa masa kanak-kanak hanya sekali, dan jangan biarkan anak-anak melewatkannya begitu saja. Bercampur dengan anak-anak lain dengan cara yang tak terkendali tak hanya menyenangkan tetapi juga merupakan sebagian dari rencana alam," kata LaFreniere.

-detik-
[ Read More ]

Membiasakan hidup bersih sebaiknya sudah diajarkan sejak masih anak-anak. Berikut ini adalah 6 kebiasaan hidup bersih yang harus diajarkan orangtua pada si kecil.

Masa anak-anak adalah saatnya ia menikmati permainan di luar rumah seperti bermain lumpur atau kotor-kotoran. Karenanya orangtua harus mulai mengajarkan tentang kebersihan sejak masih balita.

Kebersihan pribadi seorang anak harus menjadi prioritas utama saat ia tumbuh agar ia tidak mudah terkena penyakit atau infeksi. Berikut ini 6 kebiasaan bersih yang harus diajarkan pada si kecil, yaitu:

1. Cuci tangan menggunakan sabun
Ajaklah anak untuk selalu mencuci tangannya menggunakan sabun dan beritahu kapan tangannya harus dicuci. Pastikan anak mencuci permukaan atas tangan, sela-sela jari dan membilas kotoran yang terjebak di bawah kuku. Orangtua bisa mengajarkan melalui lagu yang berisi urutan mencuci tangan yang benar.

2. Menyikat gigi dengan benar
Perawatan diperlukan sejak usia 1 tahun untuk mencegah risiko gigi berlubang. Pastikan si kecil menyikat gigi dengan benar seperti gerakan naik turun dan melingkar, serta membuatnya menyikat gigi 2 kali sehari. Gunakan bentuk karakter kartun favoritnya pada sikat gigi si kecil sehingga ini menjadi aktivitas yang menyenangkan.

3. Membersihkan lidah
Cobalah mengajarkan anak untuk membersihkan lidahnya setelah menyikat gigi, karena permukaan lidah bisa menjadi tempat bagi bakteri untuk tumbuh dan sarang partikel-partikel kecil makanan.

4. Membiasakan mandi 2 kali sehari
Anak-anak senang bermain sehingga mudah berkeringat, karenanya biasakan mandi 2 kali sehari untuk membersihkan kulitnya. Ajarkan ia untuk menggosok dari tangan, kaki, ketiak, pangkal paha dan lipatan-lipatan tubuh dengan menggunakan sabun yang lembut. Jika anak menolak untuk mandi, cobalah membujuk dengan menempatkan mainan favoritnya di bak mandi atau mandi busa.

5. Membersihkan telinga
Anak-anak mungkin belum bisa membersihkan telinganya sendiri, karena itu orangtua snagat berperan disini. Membersihkan telinga secara rutin bisa membantu mencegah risiko komplikasi seperti infeksi, iritasi atau kerusakan pada gendang telinga.

6. Melatih anak untuk buang air kecil dan besar di kamar mandi
Umumnya anak-anak mulai terbiasa untuk buang air kecil (BAK) dan besar (BAB) di kamar mandi sejak berusia 2-3 tahun, hal ini juga memberinya pengetahuan bahwa BAK dan BAB tidak boleh dilakukan sembarangan.

-detik-
[ Read More ]

MENGENALKAN warna pada anak usia dua tahun, tak harus dengan cara atau metoda canggih seperti dalam ilmu kimia. Namun bisa dengan cara mudah, menggunakan benda yang ada di sekelilingnya.

Penasaran seperti apa caranya, baca saja ulasan dari Efnie Indrianie, M.Psi, berikut.

Kenapa usia dua tahun?

Saat usianya 0-1 tahun kemampuannya belum sebaik pada usia dua tahun yang lebih mengandalkan pendengaran. Sedangkan anak pada usia dua tahun fungsi-fungsi visualnya sedang berkembang.

Mulai usia dua tahun, kemampuan visualnya lebih baik, kemampuan mengakomodasikan mata sudah lebih baik sehingga bisa lebih fokus dan dapat melihat sesuatu dengan lebih jelas.

Maka pada usia dua tahun itulah, pengenalan dan pengetahuan warna perlu dilakukan. Sehingga, ketika usianya tiga tahun, anak tidak salah lagi jika menunjuk atau menyebut warna tersebut.

Walau memang, sudah banyak orangtua yang mengenalkan aneka warna sebelum usia si kecil dua tahun. Ini boleh dilakukan, namun pada usia sebelum menginjak dua tahun, daya pandang, ketajaman mata dan pengakomodasian mata masih belum terlalu optimal.

Pertumbuhan otak pesat

Mengacu pada tumbuh kembang anak, proses tumbuh kembang otak usia 0-10 tahun sangat pesat. Pada usia tersebut terjadi koneksi yang sangat optimal  antarsaraf otak yang jumlahnya bisa mencapai 1.000 triliun.

Amazing ya Moms? Nah, momen berharga ini tentu sangat luar biasa dan tidak akan terulang lagi. Inilah sebabnya mengenalkan pelbagai warna kepada si kecil bisa menjadi sangat berguna sekaligus menyenangkan.

Mudah dan menyenangkan

Menggunakan fasilitas yang ada di sekeliling rumah Moms merupakan cara mudah dan menyenangkan memperkenalkan warna kepada si kecil. Misal:

• Biarkan si dua tahun memegang, mengalami, dan memanipulasi benda aneka warna. Misalnya saja, Moms bisa mengenalkan warna merah sambil membiarkannya memegang buah apel, atau benda berwarna merah lainnya.

Moms juga bisa mengenalkan warna melalui pakaian yang ia kenakan. Dengan cara ini, batita tidak hanya bisa mengingat warna, tetapi juga bisa menghayati warna-warna dengan baik.

• Ajarkan si kecil bernyanyi lagu-lagu anak seperti Balonku Ada Lima, Pelangi, Lihat Kebunku, atau Kucingku Belang Tiga. Moms bisa sambil menunjukkan gambar-gambar yang sesuai dengan tema lagu, untuk lebih memudahkan anak mengingat.

Tips sukses mengenalkan warna

• Harus kontinu secara terus-menerus dilakukan setiap hari berkisar 15 hingga 20 menit. Hal ini untuk menyeimbangkan pengetahuan yang ia miliki dengan pertumbuhan saraf otaknya yang sedang maksimal.

• Untuk usia dua tahun kenalkan tiga warna dasar (merah, biru dan kuning) terlebih dulu. Karena, ketiga warna tersebut merupakan warna dasar dari warna yang lain. Setelah ia bisa mengenali tiga warna dasar tersebut, Moms boleh mengenalkan warna-warna yang lainnya.

• Untuk memperkenalkan aneka warna tersebut Moms bisa menggunakan apa pun yang ada di sekeliling rumah dan lingkungan. Misalnya mainannya yang berwarna biru, buah apel yang berwarna merah atau warna kuning pada jeruk/lemon. Jangan lupa tunjuk benda yang dimaksud atau saat ia memakan buah tersebut.

• Lafalkan warna dengan intonasi yang jelas sehingga anak akan tahu perbedaannya dengan lebih jelas. Agar lebih fun lakukan sambil bermain.  Jika perlu perlihatkan ekspresi muka Moms ketika menyebutkan warna tersebut karena sebelumnya, dia belajar dari cara mendengar.

• Indra sentuhan juga bisa sekaligus Moms ajarkan. Dengan cara meraba kulit jeruk, lemon atau apel si kecil juga akan tahu visual dan teksturnya.

• Jika ia sulit untuk menghafal dan mengetahui warna tersebut, janganlah  berputus asa. Moms dapat melakukan penambahan intensitas belajar sambil bermain seperti di atas dengan waktu yang sedikit lebih banyak.

Misal, kalau dulu satu kali sehari maka sekarang dua atau tiga kali sehari. Namun tetap harus fun dengan durasi hanya 15 sampai dengan 20 menit. Namun tetap jangan memaksakannya ya, Moms!

Moms juga harus dapat melihat kemampuan si kecil lebih peka kepada indra pendengarannya atau indra penglihatannya. Karena jika Moms mengetahuinya maka akan lebih mudah mengajarkan si kecil untuk mengetahui aneka warna.

Moms boleh-boleh saja mengenalkan warna dengan dua bahasa (misalnya bahasa Inggris dan Indonesia). Namun yang perlu diperhatikan, bahasa harus dapat dimengerti oleh anak, sehingga si kecil tahu persis bahwa dua bahasa tersebut berarti sama.

• Yang tak kalah penting, saat mengenalkan warna kepada si kecil, Moms harus sabar dan jangan putus asa.

Si kecil hafal warna, tanda cerdas?

Bila dikaitkan dengan sistem kerja otak, ternyata ada sistem kerja otak anak yang dominannya visual -ditandai dengan fungsi lobus oksivitalis yang sangat kuat- di mana ia peka terhadap warna, gambar dan semua yang sifatnya berhubungan dengan tatapan matanya.

Namun ada juga anak yang lebih dominan pada fungsi audionya (suara atau pendengaran) - ditandai dengan lobus temporaly. Gaya belajar yang ditentukan dari fungsi otak tersebut membuat setiap anak mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap proses belajar.

Dengan demikian diharapkan Moms lebih mengetahui, bila si kecil lebih peka terhadap pendengaran maka pengenalan warna (secara visual) akan membutuhkan warna sedikit lebih banyak. Tapi jangan langsung mencap bahwa ia lebih lambat mengetahui warna berarti ia kurang cerdas ya Moms. (Sumber: Mom&Kiddie)
[ Read More ]